Pengawasan dan Pengendalian

Istilah pengawasan dan pengendalian keduanya merupakan terjemahan dari satu istilah bahasa inggris “controlling” yang merupakan salah satu fungsi manajemen dan semula diterjemahkan dengan kata pengawasan saja yang berarti suatu proses untuk memastikan apakah kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijakan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.


Dengan demikian hakekat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan -penyimpangan, pemborosan pemborosan, kegagalan- kegagalan dalam mencapai tujuan. Sasaran pengawasan ditujukan untuk mewujudkan efesiensi, efektivitas, kehematan dan ketertiban pelaksanaan pengawasan.


Hasil pengawasan harus dijadikan bahan pengambilan keputusan untuk :


a. Menghentikan penyimpangan- penyimpangan, penyelewengan- penyelewengan dan pemborosan-pemborosan yang terjadi.


b. Mencegah tidak terulangnya tindakan penyimpangan-penyimpangan, penyelewengan-penyelewengan dan pemborosan- pemborosan tersebut.


Oleh karena itu sistem pengawasan baru bermakna manakala diikuti tindakan-tindakan koreksi yang tepat dan tindak lanjut atas hasil temuan pelaksanaan pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat apapun dalam suatu organisasi.



Secara strategis tujuan pengawasan pemerintah adalah mengamankan suatu program pemerintah dan secara taktis/teknis menjaga dipatuhinya peratuaran perundang-undangan dan dilaksanakannya kebijaksanaan yang telah ditetapkan.



Dalam peningkatan pengawasan perlu ditempuh dua jalur :


a. Jalur operasional, yaitu menjalankan mekanisme pelaksanaan pengawasan dengan titik berat pada penggerakkan serta penyempurnaan aparatur pengawas fungsional pemerintah.


b. Jalur moral, yaitu usaha menanamkan pengertian dan kesadaran pengawasan baik di jajaran aparatur pemerintah maupun kalangan masyarakat.



Pengawasan tersebut dapat dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:


a. Pengawasan Atasan Langsung (Wastal), adalah pengamatan setiap saat yang dilakukan oleh setiap atasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi bawahannya, disertai pemberian petunjuk dan tindakan korektif bila diperlukan.


Pengawsan atasan langsunglah yang disebut dengan istilah ‘Pengendalian”. Wastal sebagaimana dimaksud diatas dalam bahasa Inggris disebut “Supervision”.


b. Pengawasan melekat (Waskat), adalah pengawasan yang dilakukan oleh setiap pajabat/pegawai dalam menjalankan tugasnya masing-masing dgn membandingkan tindakan yang akan, sedang, atau telah dilaksanakan dengan alat pengawasan melekat bagi satuan-satuan kerjanya/bidang tugasnya masing-masing sepanjang belum cukup diatur oleh pimpinan tingkat atasannya.


c. Pengawasan Fungsional.


Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang secara khusus ditugasi membantu pimpinan untuk melaksanakan pengawasan dalam batas-batas kewenangan yang ditentukan. Pengawasan fungsional inilah yang dalam kaitannya dengan istilah “pengawasan dan pengendalian” sekarang ini disebut “pengawasan” saja yang dibedakan dari pengertian pengendalian tersebut di atas. Aparat pengawasan yang fungsinya membantu pimpinan itu apabila dalam pelaksanaan pengawasannya menemukan penyimpangan-penyimpangan pada prinsipnya tidak berwenang mengambil tindakan korektif, akan tetapi yang dapat dilakukan hanya melaporkan hasil temuan kepada pimpinan organisasi seperti saran-saran tindakan korektif.


Adanya pengawasan fungsional sama sekali tidak mengurangi pelaksanaan pengawasan atasan langsung dan melekatnya, karena pengawasan fungsional tidak dimaksudkan untuk mengambil alih tugas pengawasan atasan langsung.


2. Macam-macam Pengawasan dan Pengendalian.


a. Dilihat dari segi pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dapat dibedakan dalam pengawasan dan pegendalian langsung dan tidak langsung.


1. Pengawasan dan pengendalian langsung.


adalah pengawasan yang dilaksanakan langsung di tempat kegiatan dilakukan antara lain dengan inspeksi dan pemeriksaan.


2. Pengawasan tidak langsung


Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pemantauan dengan cara mempelajari laporan-laporan baik pelaksanaan lain maupun masyarakat.


b. Dilihat dari segi organisiasi yang melaksanakan pegawasan dan pengendalian dapat dibedakan antara pengawasan dan pengendalian intern dan pengawasan ekstern.


1. Pengawasan dan pengendalian intern


Pengawasan dan pengendalian intern dilakukan oleh pejabat atau satuan organisasi dalam organisasi yang bersangkutan,yaitu oleh pimpinan sendiri atau oleh aparat pengawasan fungsional instansi tersebut seperti itjen.


Pengawasan dan pengendalian intern dalam pemerintahan dapat di bedakan intern instansi dan intern dalam pemerintah .intern instansi dilakukan oleh itjen Departemen,aparat pengawasan di LPND dan pengawasan setiap pejabat pimpinan terhadap bawahanya. Intern pemerintah dilakukan BPKP, Irjenbang,OPSTIB Pus.


2. Pengawasan ekstren dilakukan oleh aparat pengawasan luar instansi tersebut. Pengawasan ekstren dapat dibedakan antara ekstern instansi dan ekstren pemerintah. Pengawasan ekstren instansi dilakukan oleh BPKP. Pengawasan ekstren pemerintah dilakukan oleh DPR, BAPEKA, dan MA. Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Peradilan Administrasi Negara) yang nantinya juga akan menjadi sarana untuk melakukan pengawasan pemerintah.


c. Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya pengawasan dan pengendalian dapat dibedakan dalam :


1) Sebelum kegiatan dilakukan, dengan cara antara lain pemeriksaan dan persetujuan rencana, pemberian izin, penetapan petunjuk operasional. Pengawasan ini lazimnya disebut pengawasan preventip dalam bidang keuangan disebut Pre Audit.


2) Setelah kegiatan dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap dan pembandingan hasil yang telah dilaksanakan kegiatan selesai dilaksanakan dan membandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian ini bersifat represip.


3) Selama kegiatan berlangsung pengawasan dan pengendalian ini pada prinsipnya bersifat represip bagi bagian kegiatan yang telah selesai dan bersifat preventip bagi bagian kegiatan yang telah selesai dan bersifat preventip bagi bagian kegiatan yang masih akan diselesaikan.


 3. Manfaat Hasil Pengawasan dan Pengendalian


Hasil-hasil pengawasan dan pengendalian harus dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam langkah-langkah yang dipandang perlu untuk penyempurnaan.


a. Di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan dalam rangka menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan dengan berpedoman pada asas dayaguna dan hasilguna.


b. Melakukan tindakan penertiban dan penindakan pada umumnya yang diperlukan terhadap tindakan korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan negara, pungutan liar dan tindakan penyelewengan lainnya baik yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah serta menghambat pembangunan.



4. Ruang Lingkup Pengawasan dan Pengendalian.


a. Kegiatan Umum Pemerintah.


b. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh aparatur bawahan.


c. Pelaksanaan rencana pembangunan.


d. Penyelenggaraan penguasaan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara.


e. Kegiatan Badan Usah Milik Negara dan Milik Daerah.


f. Kegiatan aparatur Pemerintah yang meliputi unsur-unsur kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan.


 5. Prinsip-prinsip Pengawasan dan Pengendalian


a. Objektif dan menghasilkan fakta.


Pengawasan harus bersifat objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.


b. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan.


1) Tujuan yang ditetapkan.


2) Rencana kerja yang ditentukan.


3) Kejelasan sasaran.


4) Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan.


5) Perintah yang telah diberikan.


6) Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan


 c. Preventif.


Karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan, berkembangan dan terulangnya kesalahan-kesalahan.


d. Pengawasan bukan tujuan


Pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, tetapi saran untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi.


e. Efisiensi


Pengawasan haruslah dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan pekerjaan.


 f. Apa yang salah


Pengawasan terutama harus ditujukan mencari apa yang salah, penyebab kesalahan, bagaiman sifat kesalahannya.


g. Hasil temuan dari pelaksanaan pengawasan harus diikuti dengan tindakan korektif yang tepat.


 6. Sistem Pengawasan


Berbagai metode dan teknik pengawasan dapat dilakukan, seperti pengawasan kekecualian (control by exception), pengawasan hasil/produksi (control through output, production control), dan lain-lain.


Adapun cara-cara yang akan dilakukan, secara keseluruhan sistem pengawasan perlu memperhatikan beberapa prinsip :




a. Kesesuaian dengan sifat dan kebutuhan kegiatan


Sistem pengawasan harus mencerminkan atau harus sesuai dengan sifat pekerjaan yang diawasi.


b. Kemungkinan adanya umpan balik.


Sistem pengawasan harus dapat memungkinkan adanya umpan balik, yaitu informasi untuk keperluan tindak lanjut.


c. Melaporkan penyimpangan.


Sistem pengawasan harus dengan cepat memungkinkan pelaporan adanya penyimpangan, harus memungkinkan diketahuinya secepat mungkin adanya pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana. Dengan demikian segera pula dapat diadakan tindakan-tindakan perbaikan.


 d. Ekonomis dan Efektifitas.


Sistem pengawasan harus secara mudah dan cepat memberikan gambaran tentang keseluruhan kegiatan tujuan dan pelaksanaan rencana. Untuk itu maka perlu pemilihan titik strategisnya.


e. Ekonomi.


Nilai hasil (output) pengawasan haruslah seimbang dengan biaya dan pengorbanan yang diikeluarkan untuk melaksanakan pengawasan itu.


f. Fleksibelitas.


Sisitem pengawasan hendaknya mudah dan apabila perlu dapat disesuaikan dengan perkembangan keadaan.


g. Kesesuaian dengan pola organisasi.


Sistem pengawasan hendaknya sejalan dengan pola-pola organisasi yang ada, misalnya perlu pendelegasian wewenang, pembagian tugas dan sebagainya.


h. Dapat dipahami dengan mudah.


Sistem pengwasan harus mudah dipahami oleh mereka yang menggunakan, yaitu pengawasan, yaitu diawasi maupun pimpinan yang akan menggunakan pengawasan untuk pengambilan keputusan.


i. Menjamin tindakan korektif


Pengawasan harus bermanfaat, yang berarti bahwa sistem pengawsan harus dapat menjamin adanya tindakan-tindakan korektif. Oleh karena itu, misalnya pelaporan yang merupakan sarana pengawasan tidak cukup memuat apa yang salah, tetapi juga sebab-sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhinya serta saran-saran pemecahannya.


j. Mengembangkan pengawasan diri-sendiri (self-control).


Sisitem pengawasan hendaknya memungkinkan pengembangan pengawasan diri-sendiri (self-control) dari pelaksanaan. Ini berarti mengembangkan rasa tanggung jawab para pelaksana kegiatan. Terelampau banyak pengawasan, disamping tidak ekonomis, juga tidak mengembangkan Pengawasan diri sendiri.


k. Mengembangkan pengawasan secara pribadi (personal control dari pimpinan).


Hendaknya sistem pengawasan memungkinkan pengembangan pengawasan secara pribadi (personal) dari pimpinan terhadap bawahan mereka. Ini perlu sekali dalam pengawasan terhadap bawahan langsung (direct-subordinate). Pimpinan lanngsung (direct supervisior) sudah seharusnya paling banyak mengetahui pelaksanaan pkerjaan bawahannya. Oleh karena itu pembimbingan sebagaimana diuraikan dalam fungsi penggerakan sangantlah penting.


l. Menperhatikan faktor manusia.


Walaupun prinsip pengawasan bukanlah mencari siapa yang salah, akan tetapi pada umumnya orang tidak begitu suka diawasi. Di samping itu juga diperhatikan bahwa orang tidak begitu senang harus menghadapi pemeriksaan yang diketahui tingkat kedudukannya lebih rendah.


 7. Langkah-langkah Pokok Pengawasan dan Pengendalian.


a. Penetapan tolak ukur, yang diperlukan untuk dapat membandingkan dan menilai apakah kegiatan-kegiatan sudah sesuai dengan rencana pedoman, kebijaksanaan, peraturan.


b. Pengukuran kebijaksanaan dan pembadingan, yaitu kegiatan penilaian terhadap hasil yang nyata-nyata dicapai melalui pembandingan terhadap apa yang seharusnya dicapai sesuai dengan tolak ukur yang telah ditentukan.


c. Tindakan korektif, yaitu hasil penilaian dan pembandingan yang dapat berupa penyesuaian rencana, penyesuaian kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan, pemberian bimbingan atau sanksi.


 8. Tata Kerja Pengawasan.


a. Pengawasan Fungsional.


1) Kebijaksanaan pengawasan digaris oleh Presiden.


2) Wakil Presiden secara terus menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaan pengawasan.


3) Menurut Kepres No. 32 Tahun 1983, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan, selanjutnya (MENKO EKUIN & WASBANG) mengkoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan pengawsan dimaksud.


4) Pelaksanaan pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional dilakukan oleh :


a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, selanjutnya disingkat BPKP, menurut Keppres No. 31 Tahun 1983 bertugas :


1) Merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi seluruh aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan dimaksud.


2) Melakukan koordinasi teknis pelaksanaan pengawasan yang diselenggarankan oleh aparat pengawasan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Instansi Pemerintah lainnya baik di Pusat maupun di Daerah sesuai dengan rencana dan program dimaksud sesuai dengan angka (1) di atas.


3) Melakukan sendiri pengawasan dan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.


b) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintahan Non Departemen/Instansi Pemerintah lainnya yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan dalam lingkungan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/Instansi Pemerintah yang bersangkutan. (Keppres No. 44 Tahun 1974).


c) Inspektorat Wilayah Propinsi yang melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintahan Daerah, baik yang bersifat rutin maupun dan pembangunan. (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 219 tahun 1979)


d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya yang melakukan pengawasan atas jalannya Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa di Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan, baik bersifat rutin maupun pembangunan (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 220 tahun 1979).


5) Atas petunjuk Presiden dan Wakil Presiden, Inpektur Jenderal Pembangunan melakukan pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan sektoral, INPRES Bantuan Desa maupun proyek-proyek.


b. Perencanaan dan Pelaksanaan.


1) Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajiban penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai dayaguna, hasilguna, dan tepatguna yang sebaik-baiknya.


2) Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program Pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.


3) Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat kesimpulan dan saran terhadap kebijaksanaan, perencanaan dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.


4) Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocaran dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasilguna dan berdayaguna.


c. Rencana Program Kerja Pengawasan.


Kegiatan pengawasan dilakukan berdasarkan Rencana Program Kerja Pengawasan Tahunan yang disusun sebagai berikut :


1) Aparat pengawasan fungsional menyusun rencana kerjanya dalam bentuk Usulan Program Kerja Pengawasan Tahunan sesuai dan sejalan dengan petunjuk MENKO EKUIN & WASBANG.


2) Usulan Program Kerja Pengawasan Tahaunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi Program Pengawasan Tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan, dengan berpedoman kepada petunjuk yang diberikan oleh MENKO EKUIN & WASBANG.


3) Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan Kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS mengenai anggaran pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan dimaksud pada angka 2).


Pelaksanaan pengawasan dimaksud dilakukan secara berjenjang menurut tata kerja sebagai berikut :


1) Aparat pengawasan fungsional melaksanakan pengawasan berdasarkan petunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi masing-masing yang bersangkutan sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan.


2) Pelaksanaan pengawasan dimaksud dikoordinasikan secara teknis oleh Kepala BPKP sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan.


3) Hasil kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional dibahas secara umum oleh MENKO EKUIN & WASBANG dengan Kepala BPKP serta aparat pengawasan lainnya yang dianggap perlu.


4) Hasil pembahasan dimaksud dalam angka 3), dipergunakan sebagai bahan MENKO EKUIN & WASBANG untuk memberikan petunjuk-petunjuk bagi penyusunan rencana Program Kerja Pengawasan Tahunan sesuai dengan prioritasnya yang berlaku bagi seluruh aparat pengawasan fungsional.


d. Koordiansi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional.


1) Dalam merumuskan kebijaksanaan pengawasan dan secara terus menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaannya, Wakil Presiden dibantu oleh MENKO EKUIN & WASBANG dan Kepala BPKP.


2) Berdasarkan kebijaksanaan pengawasan dimaksud Wakil Presiden mengadakan rapat-rapat koordinasi pengawasan yang dihadiri oleh:


a) Para menteri;


b) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;


c) Jaksa Agung;


d) Para pejaba lain yang dianggap perlu.


Rapat-rapat koordinasi dengan aparat pengawasan sewaktu-waktu dapat juga diadakan :


a) Oleh MENKO EKUIN & WASBANG, dalam rangka membahas serta menyelesaikan masalah-masalah yang bersangkutan dengan kebijaksanaan pelaksanaan pengawasan di tingkat Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah lainnya.


b) Oleh Kepala BPKP, dalam rangka membahas dan menyesaikan masalah-masalah pelaksanaan teknis operasional pengawasan, di tingkat Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/Instansi Pemerintah lainnya dan di tingkat daerah.


3) Perencanaan Program Pengawasan di Daerah.


a) Perencanaan program pengawasan di daerah dan pelaksanaannya oleh aparat pengawasan di Daerah dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan BPKP yang bersangkutan.


b) Dalam melaksanakan tugasnya tersebut di atas dan tugas-tugas lainnya Kepala Perwakilan BPKP berada di bawah koordinasi Kepala wilayah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 beserta Penjelasannya.


c) Koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Wilayah tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang telah ditetapkan oleh Kepala BPKP.


4) Perwakilan BPKP di Luar Negeri.


a) Perwakilan BPKP diluar negeri melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP.


b) Organisasi Perwakilan BPKP dimaksud berada di bawah koordinasi administratif Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan.


c) Kepala Perwakilan Republik Indonesia dalam melaksanakan koordinasi administratif dimaksud tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP.


5) Pelaporan Pengawasan Fungsional.


a) Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan Program Kerja Tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus, dilaporkan oleh aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada :


(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP, disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian masalah yang terungkap dari padanya.


(2) MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Kepala BPKP, khusus untuk masalah yang mempunyai dampak luas, baik terhadap jalannya pemerintahan maupun terhadap kehidupan masyarakat.


b) MENKO EKUIN & WASBANG menyampaikan laporan hasil kerja pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden.


c) Wakil Presiden sewaktu-waktu dapat memintah laporan dan penjelasan mengenai pengawasan, baik dari MENKO EKUIN & WASBANG, dari Kepala BPKP, maupun dari aparat pengawasan fungsional lainnya.


d) Dalam laporan dimaksud diminta dari aparat pengawasan fungsional, tembusan laporan yang bersangkutan disampaikan juga kepada MENKO EKUIN & WASBANG dan kepada Kepala BPKP.


e) Sepanjang menyangkut kedudukannya sebagai dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kepala BPKP menyamapaikan laporan berkala mengenai pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden, MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Sekretaris Negara.


e. Tindak Lanjut Pengawasan Fungsional.


1) Para Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi lainnya yang bersangkutan, setelah menerima laporan dimaksud mengambil langkah-langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diidentifikasikan dalam rangka pelaksanaan pengawasan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2) Tindak lanjut dimaksud dapat berupa :


a) Tindakan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, temasuk penerapan hukuman disiplin dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


b) Tindakan tuntutan/gugatan perdata, antara lain :


(1) Tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali;


(2) Tuntutan perbendaharaan;


(3) Tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain.


c) Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkarannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana umum, atau kepada Kepala Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus, seperti korupsi dan lain-lain.


d) Tindakan penyempurnaan aparat Pemerintah dibidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.


Tindak lanjut dimaksud berhubungan dengan penyempurnaan ketatalaksanaan yang harus ditetapkan/diatur dengan Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga Non Departemen/Pimpinan Instansi lainnya, dilakukan setelah berkonsultasi dengan atau mendapat persetujuan Menteri Aparatur Negara.


e) Penyelenggara tindak lanjut


(1) Penyelenggara tindak lanjut tersebut dikoordinasikan oleh MENKO EKUIN & WASBANG dan dibantu oleh Kepala BPKP.


(2) Lankah-langkah tindak lanjut yang dilakukan oleh para Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi lainnya dimaksud diberitahukan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, khusus menyangkut tindakan administrasi dan tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah dimaksud kepada Kepala BPKP.


f) Penyelesaian tindak lanjut.


(1) Penyelesaian tindak lanjut masalah yang berhubungan dengan tindak pidana dikonsultasikan oleh Kepala BPKP dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Jaksa Agung.


(2) Kepala BPKP menyampaikan laporan tindak lanjut dimaksud serta penyelesaian masalahnya kepada MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Pimpinan Lembaga Non Departemen/Pimpinan Instansi lainnya yang bersangkuitan.


Perkembangan penyelesaian tindak lanjut dimaksud dilaporkan keseluruhannya secara berkala oleh MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara kepada Presiden, dengan tembusan kepada Wakil Presiden.


Disamping aparat pengawas fungsional sebagaimana disebut dalam Inpres No. 15 Tahun 1983 di muka terdapat pula pengawasan fungsional ekstren pemerintah, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan, Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1973, BAPEKA mempunyai tugas pokok sebagai berikut :


(1) Tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan atau kekayaan negara.


(2) Semua pelaksanaan APBN, APBD, anggaran BUMN dan anggaran BUMD berdasarkan atas ketentuan Undang-Undang.


Dalam sistem administrasi Negara Indonesia juga dikembangkan pengawasan oleh masyarakat (social control) baik melalui lembaga Perwakilan Rakyat, media massa maupun laporan langsung dari anggota masyarakat.


9. Pengawasan dalam rangka asas Fungsionalisasi


Dalam rangka asas fungsionalisasi berbagai instansi secara fungsional melakukan pengawasan dalam bidangnya terhadap Instansi lain, contoh Menpan bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian.


BAKN bidang kepegawaian, LAN bidang Diklat, Bappenas dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan, pengawasan yang dilakukan oleh OPSTIBPUS dan OPSTIBA, TIM SCREENING.



10. Pengawasan oleh Masyarakat (Social Control)


Keberhasilan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa antara lain juga tergantung kepada peran serta yang aktif dan positif dari seluruh masyarakat. Dalam hubungan ini kontrol sosial dinilai sangat penting dan oleh karenannya perlu ditingkatkan keserasian hubungan antara Pemerintah dan Lembaga Rakyat di Pusat dan di Daerah, pengembangan himpunan profesi dan media massa sebagai penyalur pendapat masyarakat disarankan kepada peningkatan kontrol sosial.


Tujuan dari pengembangan kontrol sosial yang sehat dan positif adalah makin bertumbuh dan meningkatnya tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengawasan diperlukan karena keterbatasan kemampuan aparat fungsional pemerintah.


Peran serta masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk penyampaian informasi tentang penyimpangan atau hambatan yang diamati atau dialami dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.


Setiap waktu, kalau dapat secara tertulis , informasi dapat disampaikan kepada :


a. Pejabat atasan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan (Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubenur, Menteri) dan/atau pejabat yang ditunjuk.


b. Aparat pengawasan fungsional yang berkepentingan (Irwil kab/Kodya, Irwil Prop, Perwakilan BPKP, Injen Departemen, BPKP).


c. Aparat penegak hukum, jika terdapat indikasi tindak pidana (Kepolisian, Kejaksaan).


Aparat laporan yang diterima dari masyarakat dalam rangka kontrol sosial dapat ditangani dengan cepat dan efektif, hendaknya materi informasi tersebut dikemukakan secara lugas, obyektif (tidak bersifat mengusut/memfitnah) dan lengkap, seyogya-nya meliputi hal-hal sebagai berikut :


a. Fakta (keadaan nyata) atau kondisi kejadian/peristiwa.


b. Kriteria atau patokan yang dilanggar (rencana/program, peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku; prinsip dayaguna dan hasilguna.


c. Bentuk pelanggaran atau hambatan serta akibatnya.


d. Kesimpulan dan saran/pendapat pelapor.


Tag : Law
0 Komentar untuk "Pengawasan dan Pengendalian"

Back To Top